Faktajambi.id, NASIONAL – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyoroti urgensi percepatan proyek pengolahan sampah berskala besar sebagai langkah strategis mengatasi perubahan iklim sekaligus memperkuat ekonomi hijau. Pernyataan tegas ini disampaikannya dalam forum Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2025 yang diselenggarakan di Jakarta, Sabtu, (26/7/2025).
Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, menyatakan bahwa realisasi proyek pengelolaan sampah di Indonesia sering kali terhambat oleh regulasi dan birokrasi yang rumit. Ia menargetkan penyelesaian proyek waste to energy dengan kapasitas pengolahan di atas 1.000 ton sampah per hari dalam dua tahun, asalkan ada dukungan kerangka hukum yang memadai.
“Sampah kita di Bantar Gebang saja setara dengan gedung 20 lantai. Kalau diberi payung hukum, dua tahun saya bereskan,” kata Zulhas dalam keterangan yang diterima di Jakarta Pusat, Sabtu, (26/7/2025).
Menurutnya, proyek ini tidak hanya krusial untuk mengatasi masalah sampah akut di kota besar, tetapi juga menjadi sumber energi alternatif yang mendukung transisi menuju energi bersih.
Selain itu, Zulhas menyoroti potensi besar dari pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) Indonesia yang belum tergarap maksimal. Ia memaparkan bahwa potensi karbon nasional dapat mencapai 1,5 gigaton CO2 ekuivalen dengan nilai ekonomi melebihi 21 miliar dolar AS. Namun, realisasi perdagangannya saat ini masih di bawah 3 persen dari total potensi tersebut.
“Negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa terus membayar mahal atas dosa karbon negara-negara maju. Keadilan iklim harus ditegakkan,” tegasnya.
Untuk itu, Zulhas mendorong pemerintah agar segera memperkuat regulasi serta infrastruktur perdagangan karbon yang berbasis pada solusi alam (nature-based solutions), seperti pelestarian hutan dan rehabilitasi lahan gambut.
Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Brasil pada November mendatang, Zulhas memastikan Indonesia akan hadir dengan rekam jejak aksi iklim yang konkret. Ia menekankan bahwa pendekatan mitigasi yang diambil Indonesia harus selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial dan inklusivitas.
“Mitigasi tanpa keadilan sosial hanya akan melahirkan ketimpangan baru. Kita ingin transisi energi dan iklim ini inklusif, adil, dan bisa dinikmati masyarakat pedesaan, petani, nelayan bukan hanya kota-kota besar,” tuturnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan kembali komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong transformasi menuju pembangunan berkelanjutan yang adil, sekaligus memperkuat kedaulatan pangan dan energi nasional.